setiap orang pasti punya kawan lama. tak terkecuali ayahku.
minggu kemarin aku pergi ke rumah kakekku. rumah yang sudah jadi tempat berteduh keluarga dari ayahku selama hampir puluhan tahun. aku memang biasa datang ke sana. rindu dengan orang-orang di sana, rindu lingkungan sekitarnya, dan juga rindu akan atmosfir kekeluargaannya yang begitu kental.
terkejut tentu, saat aku datang ke sana saat itu, kakekku tiba-tiba bercerita tetang seorang kawan lama. kawan lama dari ayahku.
ia adalah kawan lama ayahku saat masih seusiaku mungkin. mereka bersahabat saat kuliah, karena mereka satu tempat kost. bisa dibayangkan, betapa dekatnya hubungan antar teman kost bukan?
dulu ada bioskop di dekat rumah tua menyenangkan itu. kawan ayahku tersebut ingat jalan tersebut saat ayahku membawanya ke rumah. meskipun bioskop itu telah lama tak ada, tapi ia tetap ingat jalan itu.
bertanya sana sini, pada tetangga-tetangga, berjalan menyusuri tiap gang, ia menanyakan nama yang sangat dekat dan ada di hatinya hingga kini. namun warga sekitar tidak ada yang mengenali nama itu, tidak ada nama itu di daerah sini, katanya.
datang jauh dari cianjur demi bertemu ayahku, ia merasa lelah mencari. akhirnya ia beserta istri serta anaknya beristirahat di sebuah kedai bakso tak jauh dari rumah kakek. ia bercerita bahwa ia mencari sahabatnya, yang dulu kuliah di bandung, kira-kira umurnya sekarang mungkin 46 tahun, perawakannya tidak begitu tinggi, dan ramah kepada semua orang. si tukang bakso pun teringat akan tetangganya yang mirip akan ciri-ciri tersebut. lalu ia menyarankan agar mencari nama H. Holid, nama kakekku.
kembali ia datang ke gang tempat ia mengingat dengan jelas keberadaan rumah sahabatnya itu. saat itu nenekku ada di luar, dan langsung menyuruhnya masuk.
mulailah ia mengutarakan maksud kedatangannya, mencari sahabatnya yang sudah hampir 20 tahun tidak ditemuinya itu.
kakek dan nenekku hanya terdiam. mereka bingung harus mulai darimana.
akhirnya mereka memberi tahu sahabat ayahku itu, bahwa ia takkan bisa bertemu dengan ayahku. kaget. tentu. ayahku sudah meninggal 13 tahun yang lalu.
kini sahabat ayahku itu yang tediam. ia tak sanggup berkata-kata. kemudian menetes dengan jelas air dari pelupuk matanya. deras. sungguh.
sedih, akhirnya ia minta diantar ke pusara ayahku yang kebetulan jaraknya tidak jauh, hanya sekitar 300 meter dari situ. menangis ia menangis di tempat peristirahatan ayahku yang terakhir.
setelah itu, mereka kembali ke rumah. kakekku memperlihatkan foto album ayahku pada sahabat ayahku. air matanya kembali tak terbendung. kakek dan nenekku juga mungkin ikut menangis. aku ingat kakek pernah bilang, ia tak tahan untuk tak menangis bahkan hanya dengan mengingat almarhum.
sahabat ayahku itupun pulang, tanpa meninggalkan alamat. ia sudah menyebutkan nama, tapi kakekku lupa.
kini aku yang diam. aku tak mampu berkata-kata.
Welcome!
Taste, Enjoy, then Happy with this thingy! :)
Wednesday, October 27, 2010
Sunday, October 03, 2010
Ia Selalu
betapa wajah yang kupandangi saat ini, matanya masih tetap bercahaya, tak berubah sejak pertama kali aku mengenalnya dekat. dan itu sudah lama sekali, saat kami masih sama-sama mengenakan pakaian putih-biru. dan tahukah kau, pupilnya akan ikut membesar lalu mengecil seiring dengan berubahnya nada bicaraku. tatapannya selalu serius saat aku menyampaikan sesuatu. senyumnya selalu berkembang meskipun lawakanku tidak lucu. komentarnya tak jarang pedas jika menanggapi pembicaraanku yang menurutnya kurang tepat. dan tangannya yang telapaknya sebesar wajahku itu, selalu mengusap pipiku lembut.
tak pernah ia tak menawarkan tangannya saat kami menyebrang jalan. tak pernah ia mau membiarkanku terkena gerimis meskipun gerimis itu hanyalah tetesan-tetesan kecil air yang turun dari langit. tak pernah pula ia membiarkanku pergi sendirian, apalagi jika hari telah gelap.
selalu ia menyempatkan apapun hanya untukku. kabur dari rapat organisasi sekolah, pulang cepat saat makan-makan di rumah teman sekelasnya, atau bahkan jika itu adalah pertemuannya dengan orang nomor satu di seluruh negeri, ia akan pulang secepat kilat saat aku memintanya untuk datang menemuiku.
aku tahu, ia akan menyanggupi apapun. tak mungkin berkata tidak, tak ingin berkata tak mampu, bahkan ia takkan sanggup berkata tak mau. aku tahu persis. aku tahu ia akan sanggup berenang melewati ribuan piranha bila itu adalah satu-satunya cara yang bisa mempertemukanku padanya.
betapa bodohnya aku menyiakannya. betapa angkuhnya aku mengacuhkannya. betapa aku terlambat memahami ini. aku terlalu tolol, lebih tolol dari orang tolol yang berusaha menjahit lempengan besi dengan benang dan jarum jahit.
dan kini aku tahu, tidak akan ada yang pantas menggantikannya. bahu ini akan selalu aku sediakan untuk jadi tempatnya bersandar.
maafkan aku, akan kuizinkan ia memanjati hatiku kembali.
sesungguhnya aku tidak pernah berhenti mencintainya :")
tak pernah ia tak menawarkan tangannya saat kami menyebrang jalan. tak pernah ia mau membiarkanku terkena gerimis meskipun gerimis itu hanyalah tetesan-tetesan kecil air yang turun dari langit. tak pernah pula ia membiarkanku pergi sendirian, apalagi jika hari telah gelap.
selalu ia menyempatkan apapun hanya untukku. kabur dari rapat organisasi sekolah, pulang cepat saat makan-makan di rumah teman sekelasnya, atau bahkan jika itu adalah pertemuannya dengan orang nomor satu di seluruh negeri, ia akan pulang secepat kilat saat aku memintanya untuk datang menemuiku.
aku tahu, ia akan menyanggupi apapun. tak mungkin berkata tidak, tak ingin berkata tak mampu, bahkan ia takkan sanggup berkata tak mau. aku tahu persis. aku tahu ia akan sanggup berenang melewati ribuan piranha bila itu adalah satu-satunya cara yang bisa mempertemukanku padanya.
betapa bodohnya aku menyiakannya. betapa angkuhnya aku mengacuhkannya. betapa aku terlambat memahami ini. aku terlalu tolol, lebih tolol dari orang tolol yang berusaha menjahit lempengan besi dengan benang dan jarum jahit.
dan kini aku tahu, tidak akan ada yang pantas menggantikannya. bahu ini akan selalu aku sediakan untuk jadi tempatnya bersandar.
maafkan aku, akan kuizinkan ia memanjati hatiku kembali.
sesungguhnya aku tidak pernah berhenti mencintainya :")
Pesan
aku malu. malu setengah mati bila ingat kejadian itu.
pagi itu, kau mengirimiku pesan. kujawab, namun mungkin ambigu. pesan itu membuatmu menungguku di tempat kita biasa bertemu untuk berangkat bersama ke tempat kita menuntut ilmu, berjam-jam.
bisakah kau rasakan, aku yang hingga itu tentu saja masih punya hati, merasa tak enak luar biasa padamu?
maafkan aku...
pagi itu, kau mengirimiku pesan. kujawab, namun mungkin ambigu. pesan itu membuatmu menungguku di tempat kita biasa bertemu untuk berangkat bersama ke tempat kita menuntut ilmu, berjam-jam.
bisakah kau rasakan, aku yang hingga itu tentu saja masih punya hati, merasa tak enak luar biasa padamu?
maafkan aku...
Saturday, October 02, 2010
Kursi dan Dirimu
bayangkan, hangatnya kursi tunggu di stasiun, di manapun itu, yang telah kau duduki selama mungkin 3 jam, 3 hari, bulan, atau mungkin 3 tahun, dalam penantian untuk mendapatkan perjalanan indah dengan harga murah.
bayangkan, betapa kursi itu telah menghilangkan letihmu selama menunggu, sehingga kau tidak perlu berdiri, jongkok, atau bahkan duduk di lantai beralaskan koran.
bayangkan, betapa sesungguhnya kau membutuhkan kursi itu, namun kau lupa bersyukur atas kehadirannya. kau terlalu sibuk mengurusi ketidaknyamananmu yang lain.
ketika merasa bosan atau pantatmu panas, lalu kau memutuskan untuk berdiri dari kursi sejenak, lalu meregangkan otot, kemudian kau duduk kembali, kau akan merasakan nyaman yang dulu kau rasakan seperti saat kau pertama kali mendudukinya.
jika kau bosan lagi, dan pantatmu panas lagi, kau boleh berdiri lagi, dan meregangkan ototmu lagi. kau boleh kembali lagi ke tempat di mana seharusnya kau berada, dan kau boleh melakukanya berulang-ulang. beratus-ratus, berjuta-juta pun, boleh.
kau juga boleh saja berdiri, kemudian berjalan-jalan sedikit, barang satu atau dua langkah dari kursimu itu, asal kau tidak lupa meninggalkan 'tanda' bahwa kursi itu telah ada yang punya, dan sesegera mungkin kembali kau isi lagi kursimu itu.
sebelum akhirnya kau menyesal karena terlambat dan terlanjur menyadari bahwa kursimu diduduki orang lain.
bayangkan, betapa kursi itu telah menghilangkan letihmu selama menunggu, sehingga kau tidak perlu berdiri, jongkok, atau bahkan duduk di lantai beralaskan koran.
bayangkan, betapa sesungguhnya kau membutuhkan kursi itu, namun kau lupa bersyukur atas kehadirannya. kau terlalu sibuk mengurusi ketidaknyamananmu yang lain.
ketika merasa bosan atau pantatmu panas, lalu kau memutuskan untuk berdiri dari kursi sejenak, lalu meregangkan otot, kemudian kau duduk kembali, kau akan merasakan nyaman yang dulu kau rasakan seperti saat kau pertama kali mendudukinya.
jika kau bosan lagi, dan pantatmu panas lagi, kau boleh berdiri lagi, dan meregangkan ototmu lagi. kau boleh kembali lagi ke tempat di mana seharusnya kau berada, dan kau boleh melakukanya berulang-ulang. beratus-ratus, berjuta-juta pun, boleh.
kau juga boleh saja berdiri, kemudian berjalan-jalan sedikit, barang satu atau dua langkah dari kursimu itu, asal kau tidak lupa meninggalkan 'tanda' bahwa kursi itu telah ada yang punya, dan sesegera mungkin kembali kau isi lagi kursimu itu.
sebelum akhirnya kau menyesal karena terlambat dan terlanjur menyadari bahwa kursimu diduduki orang lain.
Subscribe to:
Comments (Atom)